KontroversiNews - Dalam Dunia jurnalistik, pengalaman ditolak saat melakukan kunjungan atau silaturahmi bukanlah sesuatu yang luar biasa. Terlebih lagi, bagi seorang wartawan, situasi seperti ini sudah menjadi bagian dari dinamika pekerjaan sehari-hari. Namun, peristiwa yang terjadi kali ini sangat berbeda. Kejadian tersebut melibatkan kunjungan kami, sekelompok warga yang terdiri dari empat orang, ke salah satu bakal calon (bacalon) wakil bupati dalam Pilkada 2024.
Bakal Calon yang kami datangi bukanlah figur yang sudah dikenal luas, sehingga kunjungan ini kami anggap penting untuk lebih mengenal sosoknya. Namun, kunjungan tersebut berakhir dengan penolakan yang mengejutkan.
Kejadian ini berlangsung pada Rabu, 04 September 2024. Kami, yang terdiri dari empat orang, dengan spontan memutuskan untuk melakukan silaturahmi ke salah satu kandidat bacalon wakil bupati di daerah kami. Sebagai warga pemilih yang peduli terhadap masa depan daerah, kami merasa penting untuk mengenal lebih dekat para kandidat yang akan memimpin daerah selama lima tahun ke depan. Terlebih lagi, calon yang kami kunjungi adalah seseorang yang masih belum dikenal luas oleh masyarakat.
Tujuan kami sederhana: silaturahmi dan berbincang ringan dengan sang calon. Kami ingin mengetahui pandangan dan visi misi calon tersebut terkait pembangunan dan arah kebijakan daerah yang akan ia tentukan jika terpilih nanti. Sebagai pemilih, kami ingin memastikan bahwa sosok yang kami pilih benar-benar memahami kondisi dan kebutuhan masyarakat di daerahnya. Namun, apa yang kami temui di sana justru berbeda dari yang kami harapkan.
Setibanya di kediaman sang calon, kami disambut dengan sikap yang tidak ramah oleh anggota tim penjaga atau pengawal Bacalon wakil bupati. Kami mencoba menjelaskan maksud kedatangan kami, bahwa kami hanya ingin berbincang dan berdialog dengan sang calon secara langsung. Namun, tanpa alasan yang jelas, kami diminta untuk pulang dan diminta untuk tidak melanjutkan niat silaturahmi kami. "Tidak bisa" suara yang terucap dari seorang yang baru keluar dari dalam mobil. Sikap ini sangat mengejutkan kami, karena sebagai calon pemimpin daerah, seharusnya mereka membuka diri terhadap masyarakat yang ingin mengenal mereka lebih dalam.
Kami tidak ingin mempublikasikan nama daerah dan figur calon yang bersangkutan demi menjaga privasi dan etika. Namun, kisah ini adalah kejadian nyata yang kami alami sendiri. Penolakan semacam ini mungkin biasa dalam dunia politik, tetapi sikap tertutup terhadap masyarakat yang ingin mengenal calon pemimpin daerah lebih jauh tentu sangat disayangkan. Terlebih lagi, dalam suasana pemilihan umum, seorang calon seharusnya siap untuk berdialog dengan masyarakat yang menjadi pemilihnya.
Peristiwa ini membuat kami merenung. Mengapa calon wakil bupati yang notabene memerlukan dukungan dari masyarakat justru bersikap demikian?, Bukankah silaturahmi dan keterbukaan dengan masyarakat adalah hal yang penting bagi seorang pemimpin?, Hal ini menimbulkan pertanyaan lebih jauh tentang transparansi dan kesiapan calon tersebut dalam menghadapi aspirasi dan kritik dari masyarakat.
Kami pulang dengan perasaan campur aduk. Di satu sisi, kami merasa kecewa karena tidak bisa mendapatkan informasi langsung dari sang calon. Di sisi lain, kami juga merasa prihatin dengan bagaimana calon tersebut menangani interaksi dengan masyarakat. Kami menyadari bahwa ini mungkin hanyalah satu dari sekian banyak dinamika yang terjadi dalam proses pemilihan kepala daerah. Namun, pengalaman ini memberikan pelajaran berharga bagi kami tentang pentingnya memilih pemimpin yang benar-benar mau mendengarkan aspirasi warganya.
Silaturahmi adalah salah satu cara untuk mendekatkan diri antara pemimpin dan rakyatnya. Jika kesempatan ini tidak dimanfaatkan dengan baik oleh calon pemimpin, maka akan muncul kesan bahwa mereka kurang peduli terhadap aspirasi masyarakat. Apalagi dalam situasi pilkada, setiap calon seharusnya berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan dukungan, tidak hanya dengan janji-janji, tetapi juga dengan keterbukaan dan komunikasi yang baik.
Kejadian ini menjadi pengingat bagi kita semua bahwa pemilihan pemimpin daerah bukan sekadar memilih berdasarkan popularitas atau janji politik. Sebagai pemilih, kita perlu memastikan bahwa calon yang kita pilih adalah mereka yang mau terbuka, siap berdialog, dan sungguh-sungguh peduli terhadap kebutuhan masyarakat. Semoga ke depan, calon-calon pemimpin daerah dapat lebih terbuka dalam menerima masukan dan kritik dari masyarakat demi pembangunan daerah yang lebih baik.
Kisah ini dituturkan oleh : Salah satu Wartawan Senior di daerahnya. (MR. DADU)